Ungkapan di atas AMC banyak dimintai pendapat maka pada edisi ini merangkum pandangan utama dalam perdebatan apakah semua agama mengarah pada Tuhan yang sama, dengan mencakup perspektif penting seperti pluralisme, eksklusivisme, dan inklusivisme. Sebagai konsep, AMC memberikan ringkasan yang jelas dan representatif mengenai perbedaan pandangan teologis terkait hubungan antaragama dan Tuhan.Namun, dari sudut pandang AMC penting untuk menambahkan bahwa masing-masing pandangan tersebut mencerminkan cara orang mencoba menyelesaikan ketegangan antara keanekaragaman keyakinan agama di dunia dan keyakinan mereka sendiri tentang kebenaran.
- Pluralisme Agama memberikan pandangan yang lebih inklusif dan terbuka, menganggap bahwa setiap agama adalah cara yang sah untuk mendekati Tuhan, meskipun dengan cara dan simbol yang berbeda. Pandangan ini bisa memberikan rasa persatuan di tengah keragaman agama, tetapi mungkin ada yang merasa bahwa ini bisa mereduksi keunikan ajaran setiap agama.
- Eksklusivisme Agama menekankan bahwa hanya satu agama yang benar, dan ini jelas memberikan rasa kejelasan dan kepastian tentang jalan menuju Tuhan. Secara akademis, eksklusivisme agama menyatakan bahwa hanya satu agama yang benar, memberikan keyakinan dan kepastian bagi pemeluknya. Meskipun demikian, pandangan ini dapat memperburuk pemisahan antaragama dan membatasi dialog antaragama. Namun, beberapa argumen menyatakan bahwa keyakinan eksklusif tidak selalu menyebabkan perpecahan, asalkan ada saling menghormati dalam berinteraksi dengan penganut agama lain.
- Inklusivisme mencoba menggabungkan keduanya, dengan mengakui nilai-nilai dari agama lain tetapi tetap menekankan bahwa agama tertentu adalah jalan yang lebih sah menuju Tuhan. Ini bisa menjadi jalan tengah yang lebih moderat, tetapi juga bisa menciptakan kebingungan tentang sejauh mana “pengakuan kebenaran” agama lain diterima.
Secara keseluruhan, masing-masing pandangan teologis—pluralisme, eksklusivisme, dan inklusivisme—memiliki kekuatan dan tantangan tersendiri, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ajaran agama, pengalaman pribadi, dan konstruksi budaya yang melingkupinya. Pendekatan eksklusif mungkin memberikan kepastian dalam keyakinan, namun dapat membatasi ruang untuk dialog yang produktif antara agama. Sebaliknya, pluralisme yang lebih inklusif menawarkan ruang untuk mengakui kebenaran dalam agama-agama lain, meskipun dapat mengurangi kedalaman pemahaman terhadap keunikan ajaran setiap agama. Inklusivisme berusaha mengakomodasi kedua pandangan ini, namun sering kali dihadapkan pada tantangan dalam menyeimbangkan penerimaan terhadap kebenaran agama lain dengan mempertahankan integritas keyakinan sendiri.
Dalam konteks ini, dialog antaragama yang berbasis pada pemahaman, saling menghormati, dan kesediaan untuk berinteraksi secara konstruktif dapat membantu menjembatani perbedaan yang ada. Dialog semacam itu tidak hanya memperkaya pemahaman antarumat beragama, tetapi juga memungkinkan identifikasi dan penguatan nilai-nilai bersama yang bersifat universal, seperti kedamaian, keadilan, dan toleransi. Hal ini dapat menciptakan kerangka kerja yang lebih inklusif dalam menghadapi perbedaan agama dan meningkatkan kohesi sosial dalam masyarakat yang majemuk ( AMC /Amir Mahmud Center )