SEKILAS INFO
Selamat Datang di Website Amir Mahmud Center
Jumat, 7/11/2025

Ekonomi Berkeadilan dan Moral Publik: Misi Sunyi Menegakkan Hati Nurani Negara.

Oleh. Amir Mahmud. 
(Kata Saya: Tulisan ini termotivasi dari suatu buku Karya Dr. Heru Nugroho ,Dosen UGM. Berjudul Negara, Pasar dan Keadilan Sosial)

Ketika Angka Tidak Lagi Mewakili Keadilan

Kita hidup di zaman ketika ekonomi sering diukur hanya dari angka-angka pertumbuhan, bukan dari nilai-nilai kemanusiaan.
Negara berbicara tentang stabilitas fiskal, pasar berbicara tentang keuntungan, sementara rakyat berbicara tentang harga beras, listrik, dan biaya sekolah.

Ada jarak yang lebar antara ekonomi sebagai sistem dan ekonomi sebagai rasa hidup.
Dan di sinilah sesungguhnya bangsa ini sedang diuji: apakah ekonomi nasional akan tetap menjadi alat kemakmuran rakyat, atau telah berubah menjadi panggung kepentingan elite.

Amir Mahmud Center (AMC) memandang bahwa pembangunan ekonomi tanpa dimensi moral adalah bencana yang disamarkan dengan statistik.
Pertumbuhan tanpa keadilan bukan kemajuan — itu hanyalah penumpukan ketimpangan dengan nama yang lebih sopan.

Negara, Pasar, dan Jiwa yang Hilang

Pasar memang penting. Ia adalah ruang bagi kreativitas, inovasi, dan kompetisi. Namun pasar tidak punya hati.
Negara harus menjadi penjaga moral pasar, memastikan bahwa kebebasan ekonomi tidak berubah menjadi kebiadaban ekonomi.

Sayangnya, selama bertahun-tahun, kebijakan fiskal dan moneter kita sering kali terseret oleh logika kapital: bagaimana menjaga investasi, bukan bagaimana melindungi rakyat.
Dalam situasi seperti ini, negara kehilangan jiwanya, karena ekonomi tak lagi tunduk pada konstitusi dan moral publik.

Padahal Pasal 33 UUD 1945 telah dengan jelas memberikan arah moral:

> “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.”

Asas kekeluargaan inilah yang kini memudar — digantikan oleh asas persaingan bebas dan akumulasi kekayaan.
Kita perlu mengembalikan ruh itu. Dan untuk itu, dibutuhkan keberanian moral, bukan sekadar kepandaian teknis.

Purbaya Yudhi Sadewa: Etika Baru dalam Kebijakan Fiskal

Kehadiran Dr. Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan baru menandai momentum moral yang jarang terjadi dalam politik ekonomi Indonesia.
Ia bukan orang partai, bukan representasi oligarki, tetapi seorang teknokrat yang percaya bahwa akal ekonomi harus dituntun oleh hati keadilan.

Dalam pidato awalnya, Purbaya menyinggung bahwa gajinya turun, tapi tanggung jawabnya meningkat.
Sekilas itu pernyataan ringan, tapi maknanya dalam: bahwa jabatan publik bukan ruang untuk memperkaya diri, tetapi medan untuk menguji integritas dan pengorbanan.

Purbaya membawa cara pandang baru — bahwa menata fiskal bukan sekadar menghitung anggaran, tetapi membenahi hati kebijakan.
Ia berusaha mengembalikan keuangan negara pada fungsinya sebagai alat distribusi keadilan sosial, bukan alat pertumbuhan semu.

AMC menilai langkah-langkah seperti:

peninjauan kembali kebijakan dana transfer ke daerah,

pembenahan subsidi agar lebih tepat sasaran, dan reformasi anggaran pendidikan dan kesehatan, adalah bagian dari upaya mengembalikan ekonomi ke pusat nilai kemanusiaan.

Ekonomi Berkeadilan: Antara Angka dan Nurani

Ekonomi berkeadilan bukan tentang pemerataan kemiskinan, melainkan pemerataan kesempatan untuk hidup bermartabat.
Dalam Islam, keadilan adalah prinsip fundamental. Allah ﷻ berfirman:

> كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْۗ
“Supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
(QS. Al-Hasyr: 7)

Ayat ini bukan sekadar panduan etika, melainkan agenda ekonomi yang konkret: memastikan setiap kebijakan fiskal menjangkau lapisan terbawah masyarakat.
Negara tidak boleh menyerahkan nasib rakyat miskin pada mekanisme pasar yang kejam.

Keadilan sosial adalah ruh dari Pancasila, dan moral publik adalah darah yang menghidupkannya.

Moral Publik: Fondasi Ekonomi yang Tangguh

Krisis ekonomi sering dimulai dari krisis moral, bukan krisis anggaran.
Ketika pejabat kehilangan rasa malu untuk korupsi, ketika pengusaha memanipulasi kebijakan, ketika rakyat kehilangan kepercayaan pada sistem — maka ekonomi akan rapuh dari dalam.

Moral publik adalah kekuatan sosial yang menjaga agar kebijakan ekonomi tidak menyimpang dari nilai kemanusiaan.
Ia tumbuh dari kejujuran, solidaritas, dan empati sosial.
Tanpa moral publik, negara bisa punya anggaran besar tapi kehilangan arah; punya pertumbuhan tinggi tapi kehilangan makna.

AMC dan Misi Ekonomi Bermoral

Amir Mahmud Center meyakini bahwa bangsa ini hanya akan kuat bila memiliki etika dalam kebijakan publik.
AMC mengusulkan tiga agenda moral kebijakan ekonomi nasional:

1. Etika Keadilan Fiskal – memastikan setiap rupiah anggaran berpihak pada rakyat, bukan elite.

2. Etika Distribusi Sumber Daya – mengembalikan orientasi pembangunan ke daerah dan sektor produktif rakyat kecil.

3. Etika Kepemimpinan Publik – menjadikan pejabat publik sebagai pelayan amanah, bukan aktor kekuasaan ekonomi.

Dalam kerangka ini, langkah-langkah Menteri Purbaya bisa menjadi cahaya awal reformasi moral ekonomi nasional — asal didukung dengan keberanian politik dan gerakan sosial yang sadar arah.

Penutup: Menyatukan Akal Ekonomi dan Hati Keadilan

Ekonomi berkeadilan bukan utopia. Ia hanya butuh keberanian untuk jujur dan konsistensi untuk adil.
Negara yang adil bukan yang kaya investasi, tapi yang kaya empati.
Menteri yang baik bukan yang populer, tapi yang berani menolak arus ketika rakyat terancam oleh logika pasar.

Kita tidak sedang membangun angka, kita sedang membangun martabat.
Dan dalam misi sunyi itu, karena itu bahwa keuangan negara adalah sarana ibadah sosial — bukan alat kekuasaan ekonomi.

Catatan AMC

Bangsa ini akan selamat bukan karena kekayaan sumber daya, tetapi karena kejujuran nurani dalam mengelola kekuasaan ekonomi.
Selama ada pejabat yang berani menempatkan keadilan di atas kepentingan, selama masih ada rakyat yang memperjuangkan moral publik, maka harapan itu belum mati.
Karena sejatinya, keadilan sosial bukan cita-cita masa depan — melainkan kewajiban hari ini. Editor. Amir