SEKILAS INFO
Selamat Datang di Website Amir Mahmud Center
Jumat, 7/11/2025

Hukum, Politik, dan Kepentingan: Siapa yang Mengendalikan Siapa?

Amir Mahmud

Di negeri yang sedang belajar menegakkan keadilan, hubungan antara hukum, politik, dan kepentingan sering kali seperti segitiga yang saling menekan. Masing-masing punya logika sendiri, tetapi di lapangan, ketiganya sering bertabrakan dalam ruang yang sama: ruang kekuasaan.

Hukum seharusnya menjadi pagar moral sekaligus pedoman rasional bagi jalannya kehidupan bernegara. Ia adalah fondasi yang membatasi nafsu kekuasaan dan menertibkan persaingan kepentingan. Namun faktanya, di banyak momentum penting, hukum justru tampak berjalan dengan dua wajah: tegas terhadap yang lemah, lentur terhadap yang kuat.

Politik, yang sejatinya adalah seni mengelola perbedaan untuk mencapai kemaslahatan bersama, berubah menjadi seni mempertahankan kekuasaan. Di tangan para elit, politik menjelma menjadi instrumen untuk menafsirkan hukum sesuai arah angin kepentingan. Sementara kepentingan sendiri tidak pernah mati; ia bergerak lincah, menyusup ke dalam setiap ruang keputusan publik, menumpang pada dalih “kepentingan rakyat,” padahal sejatinya demi kelanggengan posisi.

Inilah wajah dilematis sebuah bangsa yang sedang berjuang menjaga nuraninya. Kita ingin hukum tegak, tapi politik sering kali ikut campur. Kita ingin politik beretika, tapi kepentingan pribadi dan golongan terus mendominasi. Kita ingin sistem berjalan objektif, tetapi manusia di dalamnya masih dikuasai subjektivitas dan ketamakan.

Namun, AMC percaya — peradaban tidak akan tumbuh dari keputusasaan. Peradaban justru lahir dari keberanian untuk mengoreksi arah. Hukum harus dikembalikan kepada nilai asalnya: menjamin keadilan, bukan melayani kekuasaan. Politik harus kembali kepada cita-cita luhur: memperjuangkan kepentingan umum, bukan mempermainkan hukum. Dan kepentingan harus diarahkan kepada kemaslahatan sosial, bukan menjadi alat eksploitasi.

Bangsa ini tidak butuh banyak slogan tentang supremasi hukum; yang kita butuhkan adalah jiwa-jiwa yang berani menegakkan hukum sekalipun melawan arus kepentingan. Karena di situlah letak peradaban — ketika moral lebih kuat daripada ambisi, dan ketika kekuasaan tunduk pada nilai, bukan sebaliknya.

  • Penutup AMC:
    Pada akhirnya, hukum, politik, dan kepentingan akan selalu saling berkelindan. Tetapi hanya bangsa yang berani menempatkan hukum di atas kepentinganlah yang akan bertahan dengan bermartabat.
    Dan hanya politikus yang memihak pada kebenaranlah yang akan dikenang sejarah — bukan karena kekuasaannya, melainkan karena kejujurannya. Editor. Amir