SEKILAS INFO
Selamat Datang di Website Amir Mahmud Center
Jumat, 7/11/2025

Kepemimpinan Etis — Menyatukan Nurani dan Kekuasaan ( Refleksi Komjen. Pol. Dr. Marthinus Hukom)

Oleh. Amir Mahmud

Bangsa yang besar tidak hanya dibangun oleh kekuatan politik dan ekonomi, tetapi oleh kekuatan moral yang hidup di dalam hati para pemimpinnya. Dalam konteks inilah, pesan singkat Komjen. Pol. Dr. Marthinus Hukom, M.Si. tentang kepemimpinan etis menjadi seruan moral yang relevan dan mendesak bagi kehidupan berbangsa saat ini.

Beliau menulis, “Kepemimpinan etis adalah upaya menyelaraskan kehendak baik kolektif dengan nilai-nilai kemanusiaan. Pemimpin secara etis mengejar tujuan pribadi tapi mengejar kepentingan kemanusiaan. Kepentingan etis menyelaraskan rasa, kata, dan karya.”
Kalimat pendek itu menyimpan kekuatan besar: sebuah pandangan bahwa kekuasaan sejati bukanlah kemampuan untuk menguasai, tetapi keberanian untuk menjaga kemanusiaan.

Kepemimpinan yang Berakar pada Nurani

Editorial ini berangkat dari keprihatinan bahwa banyak pemimpin kini kehilangan kepekaan moral. Mereka berbicara tentang rakyat, tetapi tidak mendengar jeritan rakyat. Mereka berbicara tentang keadilan, tetapi menumpuk privilese di sekelilingnya.
Padahal, inti dari kepemimpinan etis adalah menyelaraskan antara rasa (nurani), kata (janji), dan karya (tindakan nyata).

Pemimpin yang etis tidak hanya memimpin dengan strategi, tetapi dengan hati. Ia tidak hanya menghitung apa yang menguntungkan, tetapi apa yang benar.
Dalam konteks ini, Komjen Marthinus Hukom mengingatkan bahwa tujuan pribadi harus diubah menjadi pelayanan publik. Ambisi boleh ada, tetapi harus dimuliakan oleh niat untuk mengabdi.

Dari Moral Pribadi Menuju Etika Kolektif

Kepemimpinan etis bukan sekadar urusan individu, tetapi juga sistem nilai yang harus hidup dalam organisasi dan negara. Ketika nilai etis diabaikan, maka kehancuran sosial dimulai dari atas: dari teladan yang hilang.
Oleh karena itu, setiap lembaga publik, termasuk institusi penegak hukum, pendidikan, dan politik, perlu menanamkan etika tanggung jawab (ethical responsibility) — bukan sekadar etika formalitas.

Pemimpin yang etis tidak akan menyembunyikan kesalahan di balik retorika, dan tidak akan memanipulasi moralitas untuk kepentingan politik. Ia sadar bahwa setiap kebijakan menyentuh kehidupan manusia, dan setiap keputusannya adalah ujian kemanusiaan. Editor. Amir