Oleh. Amir Mahmud
Dalam konteks transformasi politik dan tata kelola pemerintahan modern, Indonesia sedang menapaki fase baru kepemimpinan nasional di bawah Presiden Prabowo Subianto. Fase ini menandai upaya membangun fondasi pemerintahan yang kuat, berintegritas, dan berorientasi pada kedaulatan rakyat. Dari sudut pandang akademik, kepemimpinan Prabowo dapat dibaca sebagai fenomena etika politik baru, di mana kekuasaan diposisikan bukan sekadar sebagai instrumen administratif, tetapi sebagai amanah moral untuk menegakkan keadilan dan kemandirian bangsa.
Etika Kepemimpinan dan Amanah Moral
Dalam teori politik modern, kekuasaan yang berkelanjutan hanya dapat bertahan jika memiliki legitimasi moral di mata rakyat. Max Weber membedakan tiga bentuk legitimasi: tradisional, karismatik, dan rasional-legal. Namun dalam konteks Indonesia, kepemimpinan Prabowo mengandung dimensi keempat — yaitu legitimasi etik dan amanah.
Legitimasi ini lahir bukan dari kontrak sosial semata, tetapi dari kepercayaan rakyat terhadap integritas personal dan komitmen moral seorang pemimpin.
Presiden Prabowo menempatkan nilai amanah, kejujuran, dan integritas sebagai fondasi pemerintahan. Nilai-nilai ini merepresentasikan apa yang oleh filsuf politik disebut sebagai ethical governance, yakni pemerintahan yang menyeimbangkan kekuasaan dengan nurani.
Kedaulatan dan Keadilan Sosial sebagai Prinsip Pembangunan
Dalam visi Prabowo, pembangunan nasional diarahkan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat dan mewujudkan keadilan sosial sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pendekatan ini menunjukkan paradigma baru pembangunan — bukan berbasis kapital semata, tetapi berbasis kesejahteraan kolektif dan kemandirian bangsa.
Kedaulatan tidak hanya dipahami sebagai independensi politik, tetapi juga sebagai kemampuan ekonomi dan sosial untuk menentukan nasib sendiri. Dalam teori pembangunan, hal ini selaras dengan konsep developmental sovereignty — suatu kondisi ketika negara mampu menyeimbangkan kebutuhan internal dengan tekanan global tanpa kehilangan jati dirinya.
Program kemandirian pangan, energi, serta penguatan sektor pertahanan dan pendidikan yang diusung Presiden Prabowo mencerminkan strategi sistemik untuk membangun kapasitas nasional berkelanjutan (national resilience) yang berpijak pada sumber daya dan identitas bangsa sendiri.
Kepemimpinan dalam Perspektif Etika Politik
Secara teoretis, kepemimpinan etis (ethical leadership) berfungsi sebagai penuntun moral bagi sistem pemerintahan.
Presiden Prabowo memperlihatkan pendekatan kepemimpinan yang memadukan tegas dalam prinsip, namun rasional dalam tindakan.
Ini selaras dengan pandangan filsuf politik modern seperti Hannah Arendt yang menilai bahwa kekuasaan sejati lahir dari tanggung jawab dan kepercayaan, bukan dominasi.
Dari sudut pandang etika kenegaraan, kepemimpinan seperti ini penting bagi stabilitas sosial-politik Indonesia. Sebab, krisis yang sering melanda pemerintahan bukanlah krisis ekonomi semata, melainkan krisis moralitas dan akuntabilitas kekuasaan.
Dengan menegaskan integritas dan tanggung jawab publik, Prabowo membuka ruang bagi terbentuknya budaya politik yang lebih beradab dan berorientasi nilai.
Refleksi Akademik Menuju Pemerintahan Berkeadaban
Amir Mahmud Center (AMC) memandang bahwa keberhasilan pemerintahan tidak semata diukur dari pertumbuhan ekonomi, melainkan dari keteguhan moral dan keberpihakan kepada rakyat.
Kepemimpinan yang berorientasi pada amanah dan kejujuran merupakan prasyarat lahirnya peradaban politik yang sehat.
AMC menegaskan bahwa arah kepemimpinan Prabowo Subianto mengandung potensi besar bagi lahirnya politik berkeadaban (civilized politics) — suatu bentuk tata kelola yang memadukan kekuasaan, moralitas, dan kesejahteraan dalam satu garis nilai: Indonesia yang berdaulat, adil, dan sejahtera.Editor. Amir
