Amir Mahmud
Menjadi jujur di dalam kekuasaan adalah ujian moral tertinggi. Socrates pernah berkata, “Kekuasaan akan memperlihatkan siapa sesungguhnya manusia itu.” Orang jujur di dalam kekuasaan berada di antara dua jalan: larut dalam sistem yang korup, atau tegas mempertahankan nuraninya.
Menurut Plato, murid Socrates, kekuasaan seharusnya dipegang oleh “philosopher-king” — pemimpin bijak yang mencintai kebenaran lebih dari harta dan kedudukan. Namun Plato juga sadar, pemimpin semacam itu langka, sebab sebagian besar manusia, ketika diberi kekuasaan, lebih memilih kenyamanan daripada kebenaran.
Sementara Aristoteles melihat kekuasaan sebagai alat untuk mencapai kebaikan bersama (common good). Namun bila kekuasaan dijalankan tanpa etika, maka yang terjadi adalah oligarki — kekuasaan yang dikuasai oleh kepentingan ekonomi dan politik pribadi. Dalam sistem seperti ini, orang jujur sering dianggap gangguan bagi stabilitas kekuasaan.
Machiavelli lebih realistis. Ia menulis bahwa pemimpin yang terlalu jujur akan mudah dihancurkan oleh mereka yang licik. Baginya, seorang penguasa harus pandai membaca situasi — bukan untuk berkhianat pada moral, tetapi agar tidak dimakan oleh sistem yang keras. Namun Machiavelli lupa satu hal yang ditekankan oleh Immanuel Kant: “Kejujuran bukan strategi, melainkan kewajiban moral yang tidak boleh ditawar.”
Bagi Amir Mahmud Center (AMC), orang jujur di dalam kekuasaan adalah penjaga moral publik. Ia mungkin tidak disukai oleh penguasa yang korup, tetapi menjadi harapan bagi rakyat yang haus keadilan. Ia harus tegas dalam prinsip, lentur dalam sikap, dan bijak dalam bertindak.
Dalam realitas kekuasaan, kejujuran memang sering membuat seseorang tersingkir. Tetapi sejarah selalu berpihak pada mereka yang menjaga nurani. Sebab kekuasaan datang dan pergi, tetapi kejujuran adalah warisan peradaban.
AMC menegaskan:
“Lebih baik kehilangan jabatan karena kejujuran, daripada mempertahankannya dengan kebohongan. Sebab kekuasaan sejati bukan kemampuan memerintah orang lain, melainkan keberanian menaklukkan diri sendiri.” Editor. Amir
