Prof. Dr. Irfan Idris
Prof Irfan Idris adalah arsitek narasi kebangsaan yang menggabungkan nalar akademis, empati humanistik, dan kebeningan spiritualitas. Ia bukan hanya pemikir dalam arti konteks, tetapi pemimpin moral dan intelektual yang hadir dalam medan praksis kebangsaan. Dengan pendekatannya yang lembut namun kuat, beliau memberikan teladan bahwa radikalisme tidak hanya bisa melawan dengan kekuatan, tetapi harus berhadapan dengan kebijakan, pengetahuan, dan nilai-nilai luhur agama.
Dalam sosok Prof. Dr. Irfan Idris, kami menemukan perpaduan yang utuh antara kekuatan akademik , kearifan kemanusiaan , dan ketulusan spiritual . Beliau bukan hanya seorang pemikir yang tajam, namun juga seorang pendidik bangsa yang mampu menyusun narasi persahabatan dari ruang kelas hingga ruang kebijakan.
- Akademisi dengan Visi Transformasional
Sebagai Guru Besar Politik Islam dan Direktur Pencegahan di BNPT, Prof. Irfan menunjukkan bahwa ilmu bukan sekedar untuk konsumsi akademik, melainkan harus menjadi alat transformasi sosial. Dalam buku Merajut Harapan, Mengelola Ancaman , ia tidak berbicara dalam diksi teoritis yang kaku, melainkan menyajikan realitas lapangan secara reflektif dan solutif. Dilihatnya bahwa beliau memosisikan ilmu sebagai sarana untuk menjembatani negara dan masyarakat.
Ia memahami bahwa radikalisme bukan semata-mata hasil doktrin agama yang menyimpang, tetapi juga lahir dari ketimpangan, keterasingan, dan kehilangan makna. Oleh karena itu, pendekatannya selalu menyeluruh—memadukan data empiris, pemetaan ideologi, strategi komunikasi, dan pendekatan sosial-kultural.
- Humanisme dalam Deradikalisasi
Salah satu kekhasan Prof. Irfan adalah humanisme yang hidup dalam narasi dan praksisnya sebagaimana terlihat dalam foto keakraban di profile ( Amir dan bersama beliau ) . Ia tidak membingkai pelaku teror sebagai objek yang harus dihabisi, tetapi sebagai subjek yang perlu dicintai. Dalam berbagai forum, termasuk kegiatan dengan generasi muda dan guru, ia selalu menekankan bahwa pencegahan terorisme harus diawali dari empati dan pemahaman, bukan penolakan dan stigmatisasi.
Melalui strategi seperti melibatkan seni, musik, dan budaya lokal, ia menjadikan pencegahan radikalisme sebagai gerakan kebudayaan, bukan sekedar pendekatan keamanan. Ini merupakan bentuk “soft power” yang jarang dimiliki oleh pejabat negara, tetapi sangat dikuasai olehnya.
- Spiritualitas yang Mencerahkan
Tak kalah pentingnya, Prof. Irfan hadir sebagai tokoh religius yang moderat dan pencerah . Ia mengangkat Islam sebagai agama kasih sayang dan cinta tanah air, bukan sebagai alat untuk memecah belah. Dalam penerapannya, jihad bukan soal kekerasan, tetapi perjuangan untuk mewujudkan keadilan, pengetahuan, dan perdamaian. Buku Memenangkan Hati dan Pikiran adalah simbol dari perjuangan batin itu: bahwa melawan ideologi radikal harus dengan kekuatan nilai dan cinta, bukan amarah dan paksaan.
Ia mengajak umat Islam untuk memahami agama secara rasional dan kontekstual, bukan dogmatis dan literal. Pendekatan ini sekaligus menjadi kritik halus terhadap pemikiran keagamaan yang kaku dan eksklusif.
- Pemikir Strategi Bangsa
Prof Irfan tidak hanya bekerja di tingkat mikro (pendidikan, komunitas), tetapi juga membangun persahabatan besar kebangsaan . Ia sering terlibat dalam penyusunan strategi nasional, memberikan edukasi kepada aparat, dan menulis opini di media sebagai bentuk tanggung jawab intelektualnya. Bahkan dalam pembubaran Jemaah Islamiyah, beliau memberikan refleksi mendalam, bahwa pembubaran bukan akhir dari radikalisme, melainkan titik awal bagi konsolidasi kebangsaan dan rehabilitasi ideologi. ( AMC/ Pusat Amir Mahmud )